Berjalan Ala Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam
BERJALAN ALA RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM
Kesempurnaan yang dimiliki Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya bersifat ruhani semata. Secara jasmani pun, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kesempurnaan. Salah satu yang bisa kita lihat, yaitu cara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan dalam mengayunkan kedua kakinya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki langkah yang mantap, postur yang tegap, kuat, layaknya orang yang berjalan menuruni perbukitan dari arah ketinggian.
Sahabat Anas Radhiyallahu anhu, menceritakan :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ رَبْعَةً لَيْسَ بِالطَّوِيلِ وَلَا بِالْقَصِيرِ حَسَنَ الْجِسْمِ أَسْمَرَ اللَّوْنِ وَكَانَ شَعْرُهُ لَيْسَ بِجَعْدٍ وَلَا سَبْطٍ إِذَا مَشَى يَتَوَكَّأُ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam orangnya berpostur sedang, tidak tinggi ataupun pendek, fisiknya bagus. Warna (kulitnya) kecoklatan. Rambutnya tidak keriting, juga tidak lurus. Apabila berjalan, beliau berjalan dengan tegak. [Hadits shahîh, Mukhtashar asy-Syamâil no. 2].
Sahabat ‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu, juga memberikan gambaran tidak berbeda. Kata Sahabat ‘Ali Radhiyallahu anhu :
لَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ بِالطَّوِيلِ وَلَا بِالْقَصِيرِ … إِذَا مَشَى تَكَفَّأَ تَكَفُّؤًا كَأَنَّمَا انْحَطَّ مِنْ صَبَبٍ لَمْ أَرَ قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , orangnya tidak tinggi juga tidak pendek (sekali). Jika melangkah, beliau berjalan dengan tegak layaknya orang yang sedang menapaki jalan menurun. Aku belum pernah melihat orang seperti beliau sebelum atau setelahnya. [Hadits shahîh, Mukhtashar asy-Syamâil no. 4].
Maknanya, beliau mengangkat ke dua kakinya dari permukaan tanah dengan tarikan yang kuat, namun tetap santun, tidak menunjukkan kesombongan. Cara berjalan seperti itu merupakan gaya langkah orang-orang yang memiliki tekad tinggi, bercita-cita luhur lagi gagah-berani. Selain itu, ia merupakan cara berjalan yang baik dan memerikan perasaan paling nyaman bagi anggota tubuh.
Sebaliknya, gaya berjalan yang sangat lamban hingga gerakannya bak batang pohon yang dipikul saking beratnya, kurang semangat dalam bergerak, bak orang mati, cara demikian ini tercela. Begitu pula dengan cara berjalan yang terlalu cepat, tak beraturan tanpa perhitungan, juga merupakan cara berjalan yang buruk, menunjukkan orang tersebut kurang akalnya. Apalagi bila sembari dengan sering menengok ke kanan atau ke kiri. [1]
Cara berjalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, semestinya menjadi panutan kita. Akan tetapi ironisnya, ada sejumlah orang yang disebut sebagai ahli ibadah, ia memiliki cara berjalan kontradiktif dengan ketegapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ahli ibadah ini mempertontonkan gerak yang lemah-lunglai, lesu, tanpa tenaga, menampakkan rasa malas-malasan dalam berjalan maupun berbicara. Supaya orang lain menilainya sebagai orang yang suka beribadah pada malam hari, sering berpuasa pada siang harinya, dan ahli wara`.
Imam as-Suyûthi rahimahullah mengomentari cara berjalan “ahli ibadah” yang seperti itu. Katanya: “Perlu diketahui, tuntuntan agama tidaklah seperti itu. Yang tepat ialah tata cara yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, dilanjutkan oleh generasi Salafush-Shalih. Sungguh, penghulu generasi terdahulu dan generasi belakangan (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam), jika berjalan, mereka berjalan dengan tegap seolah-olah berjalan dari arah ketinggian.”[2]
Ada sebuah kisah menarik. Adalah asy-Syifâ` binti ‘Abdillah pernah menyaksikan sejumlah pemuda yang berjalan dengan lambat, maka ia pun melontarkan : “Siapakah mereka itu?” Orang-orang menjawab : “Mereka adalah para ahli ibadah,” maka beliau menimpali: “Dulu, demi Allah, Jika Umar berbicara, suaranya terdengar. Jika berjalan, ia cepat. Dan jika memukul, membuat orang kesakitan. Dan beliau itulah (contoh) ahli ibadah sebenarnya”.
Ternyata, gaya berjalan pun telah dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara sempurna. Yang mungkin sebagian orang menganggapnya perkara ringan dan sepele. Wallahu a’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XI/1428H/2008M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl9 Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Lihat Ibnul Qayyim dalam Zâdul-Ma’âd, 1/167.
[2]. al-Amru bi lit-Tiba’a, hlm. 193.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3792-berjalan-ala-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam.html